Format Liga Prima Indonesia atau Indonesian Primer League (IPL) yang menampung 24 tim terus menuai kecaman berbagai kalangan termasuk lingkungan Istana Negara.
Zaenal A Budiyono |
Padatnya jadwal pertandingan liga dimana setiap tim bertanding 8 kali per bulan ditambah jarak tempuh antar provinsi yang jauh tak ubahnya seperti langkah sistemik membunuh para pemain sepakbola.
Jika dibandingkan dengan liga-liga di Eropa, maksimal dalam sebulan hanya memainkan lima pertandingan. Itu pun hanya beberapa tim yang berkancah di Liga Champion dan Piala UEFA.
Dari tim-tim besar yang ada tidak seluruhnya mampu memainkan pertandingan dengan sempurnya. Misalnya raksasa Italia, AC Milan yang diterpa badai cidera meski memiliki jumlah pemain cadangan yang sangat banyak hingga 34 pemain.
Melihat kondisi seperti itu, sangatlah tidak manusiawi jika PSSI memaksakan Liga Prima Indonesia tetap diikuti oleh 24 tim dan memainkan dua pertandingan dalam sepekan.
"PSSI tak menghiraukan tekanan masyarakat. Mereka akhirnya mengesahkan format kompetisi satu wilayah dengan 24 tim. Ini jumlah yang tidak ideal dibanding kompetisi-kompstisi di negara lain. Umumnya kompetisi profesional diikuti antara 18 sampai 20 klub," ujar Zaenal A Budiyono, pecinta sepakbola nasional.
Menurut deputi staf khusus Presiden SBY ini, PSSI melakukan kesalahan besar dalam mempersiapkan Liga Prima Indonesia. Bahkan Zaenal menilai rezim PSSI Djohan Arifin dan Tri Goestoro tidak lebih baik dari rezim Nurdin Halid.
"Kini justru tak lebih baik dari rezim yang digulingkannya melalui KLB lalu. Faktanya itu yang terjadi. Ada banyak blunder kebijakan PSSI akhir-akhir ini yang menggambarkan tak adanya visi mumpuni. Yang muncul ke publik justru aroma kepentingan dari para dewan syuro yang disinyalir mengendalikan PSSI dari ruang gelap," tegas orang dekat SBY ini.
Jika dibandingkan dengan liga-liga di Eropa, maksimal dalam sebulan hanya memainkan lima pertandingan. Itu pun hanya beberapa tim yang berkancah di Liga Champion dan Piala UEFA.
Dari tim-tim besar yang ada tidak seluruhnya mampu memainkan pertandingan dengan sempurnya. Misalnya raksasa Italia, AC Milan yang diterpa badai cidera meski memiliki jumlah pemain cadangan yang sangat banyak hingga 34 pemain.
Melihat kondisi seperti itu, sangatlah tidak manusiawi jika PSSI memaksakan Liga Prima Indonesia tetap diikuti oleh 24 tim dan memainkan dua pertandingan dalam sepekan.
"PSSI tak menghiraukan tekanan masyarakat. Mereka akhirnya mengesahkan format kompetisi satu wilayah dengan 24 tim. Ini jumlah yang tidak ideal dibanding kompetisi-kompstisi di negara lain. Umumnya kompetisi profesional diikuti antara 18 sampai 20 klub," ujar Zaenal A Budiyono, pecinta sepakbola nasional.
Menurut deputi staf khusus Presiden SBY ini, PSSI melakukan kesalahan besar dalam mempersiapkan Liga Prima Indonesia. Bahkan Zaenal menilai rezim PSSI Djohan Arifin dan Tri Goestoro tidak lebih baik dari rezim Nurdin Halid.
"Kini justru tak lebih baik dari rezim yang digulingkannya melalui KLB lalu. Faktanya itu yang terjadi. Ada banyak blunder kebijakan PSSI akhir-akhir ini yang menggambarkan tak adanya visi mumpuni. Yang muncul ke publik justru aroma kepentingan dari para dewan syuro yang disinyalir mengendalikan PSSI dari ruang gelap," tegas orang dekat SBY ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar