News Update :
Faisal Abdullah Al Makki. Diberdayakan oleh Blogger.

TheLAN Actions

FIFA KLASEMEN

FIFA dan Tugas Berat Agum Gumelar

Rabu, 06 April 2011

Pada akhirnya, FIFA menunjukkan taring dan kekuasaannya. Keputusan organisasi olah raga terbesar di dunia itu bersifat mengikat. Jika masih ingin menjadi bagian dari sepak bola dunia, maka PSSI harus tunduk dan menghentikan pertikaian internal.
Kata kunci telah dilontarkan dari markas besarnya di Swiss. Pertama, empat kandidat yang dinilai berseteru, Nurdin Halid (NH), Nirwan Dermawan Bakrie (NDB), George Toisutta (GT), dan Arifin Panigoro (AP), dilarang mencalonkan diri menjadi Ketua atau Wakil Ketua PSSI dan Komite Eksekutif.
Kedua, membentuk langsung Komite Normalisasi sekaligus menjalankan peran sebagai Komite Pemilihan. Mantan Ketua PSSI, Agum Gumelar, sebagai ketua dan tujuh pendampingnya ditunjuk secara langsung oleh FIFA.
Ketiga, aturan main sebagai landasan bekerja Komite Normalisasi dan Komite Pemilihan harus sesuai dengan statuta PSSI. Pada puncaknya, pemilihan pengurus baru PSSI periode 2011-15 harus sudah diselesaikan sebelum 21 Mei.
Penunjukan Agum bukan tidak mendapat perlawanan. Kenapa Agum yang ditunjuk juga tidak dijelaskan FIFA. Dasar bekerja FIFA mungkin setelah membaca dan meneliti segala laporan dari berbagai pihak yang berseteru. Bisa juga karena situasi dinilai masuk tahap force majeure.
***
Ketika ada orang yang berpikiran negatif dan curiga, maka apa pun keputusan akan ditentang. Alasan yang ditonjolkan selalu seolah-olah arus tunduk pada aturan main yang baku. Padahal, bisa saja yang bersangkutan menyimpan agenda tertentu.
Agar badai yang menerpa persepakbolaan Indonesia segera berlalu, seharusnya jalan tengah ini diterima dengan lapang dada. Kalau hanya perbedaan yang ditonjolkan, maka konflik ini tak akan pernah berakhir dan membuat upaya peningkatan prestasi hancur.
Sangatlah tepat seorang Agum, yang sudah lama tak mau terlibat langsung di sepak bola, masih bersedia tampil. Memang, ketika menjadi Ketua PSSI 1998-2003 belum menghasilkan prestasi menggembirakan, tapi popularitas sepak bola semakin naik.
Karena tidak dilatarbelakangi kepentingan pribadi, rasanya Agum bakal sukses mengurai polemik. Menurutnya, faktor komunikasi adalah titik persoalan dan prioritas yang mendesak dibangun.
Mengenal dan dikenal semua komunitas sepak bola negeri ini menjadi modal penting bagi Agum. Dengan tidak mau dan tak mungkin dipilih menjadi ketua, maka Agum cs. dapat bekerja dengan tenang dan adil dalam mengambil keputusan.
Persoalan terbesarnya adalah bagaimana mengakomodasi pemikiran pihakpihak bertikai. Sebutlah bagaimana tuntutan Komite Pemilihan bentukan 78 pemilik suara, apakah akan dibubarkan dan dianggap tidak ada atau suara mereka sah.
Bagaimana dengan breakaway league dengan nama Liga Primer Indonesia (LPI), yang sudah kadung berjalan, haruskah kompetisi bentukan Arifin Panigoro ini diterima setingkat Liga Super Indonesia (LSI)?
Bukan persoalan mudah memang karena para pengelola LPI mengaku jauh lebih profesional ketimbang LSI. LPI dikatakan murni klub yang didanai swasta, sedangkan LSI masih menyusu dana APBD.
PSSI sendiri sudah mengajukan agar LPI dimasukkan setingkat Divisi III. Hal ini ditolak mentahmentah oleh pengelola LPI. Tugas-tugas seperti inilah agenda kerja utama Agum dan kawan-kawan agar semua berakhir manis.
***
Oke, lupakan dulu siapa kandidat yang akan menjabat Ketua PSSI periode 2011-15. Berilah waktu kepada para calon mempersiapkan program kerja sebagai modal meyakinkan pemilik suara. Biarlah pada waktunya nanti kandidat yang terbaik yang terpilih.
Memang, setelah NH, NDB, GT, AP resmi ditolak, maka kandidat yang menyatakan bersedia menjadi orang nomor satu di PSSI tidak banyak. Ada G.H. Sutejo, Sutiyoso, Adhyaksa Dault, dan Diza Ali, yang memiliki latar belakang sepak bola cukup memadai.
Beberapa hal yang mungkin berpotensi menjadi sumber polemik baru adalah masalah siapa sesungguhnya profil pemilik hak suara. Tiga klub yang dicoret semasa kepemimpinan NH tetap menuntut hak, yakni PSM, Persibo, dan Persema.
Dari 100 pemilik suara hanya boleh diwakili ketua atau sekretaris. Peristiwa di Riau, yang gagal melangsungkan Kongres Nasional, justru melahirkan Kelompok 78 dan bahkan sempat menjadwal pemilihan ketua PSSI baru di Surabaya pada 26 April.
Tentu peta kekuatan berubah total dengan pembatalan hak pilih empat kandidat terkuat tadi. Nah, dalam komunikasi yang direncanakan Agum bersama Joko Driyono, Sukawi Sutarip, Siti Nuzanah, Hadi Rudiatmo, Samsul Ashar, Satim Sofyan, dan Dityo Pramono, ada baiknya masalah verifikasi pemilik suara menjadi prioritas.
Saya yakin dengan hadirnya Agum didukung tim yang kredibel akan menghasilkan produk baik. Memang, apa pun yang dicapai nanti tidak akan memuaskan semua pihak, tapi setidaknya sudah memangkas intrik yang tak sehat.
Dukungan Menteri Pemuda dan Olah Raga Andi Mallarangeng terhadap Agum cs. adalah pertanda ada kemajuan. Semoga kondisi ini dapat terus dipertahankan hingga terpilih pengurus baru PSSI hasil reformasi yang sangat melelahkan.
Tugas paling dekat adalah bagaimana kesebelasan Indonesia merebut emas SEA Games. Kesempatan menjadi juara sangat terbuka karena SEA Games pada November nanti dilangsungkan di Jakarta-Palembang.
So, stop gontok-gontokan untuk satu tujuan: Indonesia juara!
ian@bolanews.com
(Dikutip dari Rubrik Catatan Ringan Tabloid BOLA No. 2.180 terbit 7 April 2011)

Kabut Semakin Pekat di PSSI



Keputusan sudah dijatuhkan. Menteri Pemuda dan Olah Raga Andi Mallarangeng menyatakan PSSI di bawah Nurdin Halid (NH) tak lagi diakui. Segala fasilitas negara dicabut, mulai dari anggaran hingga dukungan pihak keamanan.
Semua aktivitas PSSI dihentikan dan akan diambil alih pemerintah dan KONI/KOI. Bahkan, kantor PSSI di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan harus dikosongkan karena kantor tersebut adalah juga milik negara.
Sungguh keputusan pahit dan menyakitkan. Para pengurus PSSI menjadi seperti sekelompok orang yang terusir dari rumahnya. Tampaknya tak ada lagi pembelaan yang dapat menyelamatkan NH dari posisi terbuang.
Resistensi masyarakat terlalu kuat menolak perpanjangan kehadiran NH di tubuh PSSI. Prestasi yang diharapkan lahir dari masa kepengurusan NH selama 7 tahun dinilai tidak ada sama sekali. Satu dosa besar yang dituduhkan terutama kebohongan masalah statuta FIFA yang banyak dipelintir.
Bukan Nurdin namanya kalau sekali gertak langsung keok. Putra Bugis yang satu daerah dengan Menpora itu melakukan perlawanan keras. NH malah meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencopot jabatan Andi karena dianggap tidak cakap menjalankan tugas negara.
Di sisi lain, kelompok yang mengaku mewakili 78 suara dari 100 pemilik hak suara PSSI terus melakukan konsolidasi. Mereka siap melaksanakan kongres sesuai jadwal awal yang dirilis FIFA, dengan agenda pemilihan ketua di Surabaya pada 26 April.
***
Badan tertinggi sepak bola dunia, FIFA, hingga kini belum mengambil sikap seputar polemik antara PSSI dan pemerintah. Apakah FIFA akan melindungi PSSI di bawah NH atau mendukung keputusan Menpora yang membekukan kepemimpinan NH dan Sekjen Nugraha Besoes.
Konflik ini telah menembus batas yang sangat jauh. Persoalan tak lagi sekadar tuntutan memaksa NH keluar dari lingkaran sepak bola, tapi sudah menjadi isu politik yang liar dan tak terkendali.
Aneka macam isu merebak. Ada yang mengatakan bahwa konflik ini sengaja dikencangkan sebagai alat pengalihan isu pencemaran nama baik SBY oleh koran Australia The Age dan Sydney Morning Herarld yang mengutip info dari wikileaks.
Orang lain menyebut bahwa massa sepak bola menjadi alasan kuat dua partai besar saling berebut. NH di kubu Golkar dan Andi menjadi pasukan terdepan sebagai antisipasi menjelang pemilu 2014.
Jangan pernah mencari jawaban pasti dari opini liar itu. Termasuk isu penokohan George Toisutta (GT) menjadi orang nomor satu di PSSI. Jabatan sosial itu ditiupkan karena KSAD ini segera memasuki masa pensiun sehingga perlu lahan kesibukan.
Ditarik mundur jauh ke belakang, ada juga yang meniupkan bahwa Arifin Panigoro didukung 9 Naga. Kumpulan 9 pengusaha besar ini dirumorkan merupakan musuh bisnis kelompok Bakrie saat Aburizal menjabat Menko Ekuin pada masa pemerintahan SBY periode pertama.
Apa pun alasannya, Menpora sudah melaksanakan tugasnya sesuai wewenang yang dimiliki. NH mempertahankan diri dengan menuding balik Menpora sebagai ekspresi kegalauan hati dan keinginan mempertahankan keyakinan.
Situasi sekarang ini menunjukkan nyaris tak terbuka lagi pintu dialog di antara pihak bertikai dengan logika bersih. Semua pihak merasa paling benar dan menjadi pahlawan atas nama demi kemajuan sepak bola Indonesia.
***
Ketimbang menambah ricuh, saya menyarankan semua pihak menahan diri. Karena tidak ada titik temu bagi insan sepak bola kita, maka jalan akhir adalah berkonsultasi intensif dengan FIFA dan harus berjiwa besar menerima keputusan.
Saya pernah menyarankan agar suasana reda, maka kedua kubu: Arifin Panigo (AP) dan GT maupun NH dan Nirwan Bakrie (NDB) tidak lagi maju sebagai kandidat wakil dan ketua PSSI periode 2011-15.
Kenapa keempatnya disarankan berada di luar lingkar sepak bola? Ini dimaksudkan agar tidak terjadi lagi gontok-gontokan di kemudian hari. Orang yang tersisih umumnya berpotensi untuk terus mengusik kepemimpinan pihak lawan, itu saja.
Usulan lain, jika jalur utama macet, maka perlu dicari jalan alternatif. Karena itu tampillah tiga nama tokoh yang dituakan, yaitu Jusuf Kalla, Sutiyoso dan Agum Gumelar.
Mereka ini secara bersama-sama atau sendiri-sendiri patut diberi tugas sebagai penengah. Untuk sementara menjalankan fungsi PSSI sambil mempersiapkan pemilihan ketua sah melalui kongres.
Berkembang opini baru. Sebagai jalan tengah, ada yang mengusulkan agar pihak bertikai melakukan rekonsiliasi dan membentuk koalisi. Hubungan yang dimaksudkan adalah membangun satu kepengurusan yang terdiri dari kedua kubu.
Tersebutlah nama GT di posisi ketua umum dengan NDB sebagai wakil. Ada beberapa nama di PSSI yang bekerja secara profesional dan patut diakomodasi, seperti Iman Arif, Hinca Panjaitan, Joko Driyono, dan Demis Djamaoeddin. Sama halnya dengan tokoh-tokoh muda di pihak yang patut diberi kesempatan.
Semua ini tentu tidak ada artinya bila FIFA menjatuhkan sanksi berupa pencoretan dari keanggotaan. Bila hantu pencoretan sampai turun, maka itu merupakan kerugian besar bagi negeri ini. Akibat terburuknya adalah sepak bola tidak dapat dipertandingkan di SEA Games November mendatang di Palembang dan Jakarta.
Kabut di PSSI saat ini semakin pekat dan akan lebih gelap lagi jika tidak ada rasa saling memahami. Mempertahankan kebenaran sendiri memang bagus, tapi apa artinya bila justru semakin merusak sepak bola Indonesia.
Jadi, mari utamakan logika ketimbang emosi. Please!
ian@bolanews.com
(Dikutip dari Rubrik Catatan Ringan Tabloid BOLA No. 2.177 terbit 31 Maret 2011)

Mengenai Saya

Foto saya
Sigli, Aceh, Indonesia
 

© Copyright THE LAN 2007 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.